Beranda

Rabu, 29 Januari 2014

Tugas Sekolah

PERANAN INDONESIA DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL DI ERA GLOBALISASI

             Bangsa Indonesia terbuka dalam menjalin kerja sama dan terlibat dalam berbagai organisasi. Hubungan yang dijalin Indonesia bersifat antarnegara (bilateral ) dan banyak negara (multilateral). Beberapa peranan Indonesia dalam hubungan internasional di era globalisasi, yaitu:
o   Keikutsertaan dalam setiap Operasi Pemeliharaan Perdamaian (OPP) PBB melalui pengiriman konting
o   Indonesia menjadi anggota di lebih dari 170 organisasi internasional
o   Pemerintah Indonesia telah mengadakan serangkaian perundingan untuk mewujudkan MoU, antara lain
1.     RI dan Uni Emirat Arab(UEA) mengenai penempatan TKI ke UAE yang menegaskan hak dan kewajiban TKI dan pengguna jasa
2.     RI dan Malaysia mengenai penempatan TKI di Sektor Formal ke Malaysia yang didasari oleh keinginan untuk menertibkan penempatan dan perlindungan TKI sector formal di luar negri
3.     RI dan Korea Selatan tentang pengiriman TKI ke Korea Selatan yang mengatur proses rekrutmen, pengiriman, dan pemulangan TKI
Indonesia memainkan sejumlah peran dalam percaturan internasional, yaitu Kontingen Garuda (KONGA) Indonesia telah mengirimkan kontingen Garudanya sampai dengan kontingen Garuda yang ke duapuluh tiga (XXIII), ke negara-negara konflik.
Indonesia menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika di Bandung, tanggal 18-24 April 1955 yang berlokasi di Gedung Merdeka. Konferensi ini diselenggarakan dalam rangka memberikan tekanan pada segi aktif pada masalah dunia dengan tidak memihak salah satu blok.
Perselisihan antara Blok NATO dan Pakta Warsawa, mendorong Negara-negara non blok (Indonesia) untuk melakukan beberapa peranan, yaitu :
1.     Memperjuangkan perdamaian dunia
2.     Hidup berdambingan secara damai
3.     Memperkuat peranan Negara-negara non blok di PBB
4.     Perjuangan melawan kolonialisme
                  5.     Menentang adanya pengkalan militer dan pasukan asing dari negara-negara besar di wilayah negara lain.
Read More ->>

Tugas sekolah

Landasan dan Prinsip Politik Luar Negeri Republik Indonesia

Dalam memperoleh kemerdekaannya, negara Indonesia tidak mudah untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain. Pengakuan yang diberikan oleh negara lain ini akan berpengaruh terhadap jalannya politik luar negeri Indonesia sendiri. Politik luar negeri ini merupakan upaya dalam mempertemukan kepentingan nasional, khususnya dalam rencana pembangunan nasional dengan perkembangan dan perubahan internasional (Alami, 2008: 45). Politik luar negeri ini memiliki tujuan yang ingin dicapai karena dengan adanya politik luar negeri akan dapat memperlancar dalam melakukan aksi dalam kancah internasional.
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia ini dijalankan karena adanya sebuah cita-cita yang ingin dicapai. Cita-cita tersebut, yaitu dengan adanya keinginan dalam melakukan kerjasama dan mengadakan hubungan baik dengan bangsa-bangsa lain. Selain itu, dalam politik luar negeri Indonesia memiliki tujuan yang ingin dicapai, yaitu mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga keselamatan bangsa, memperoleh dari luar negeri barang-barang yang diperlukan untuk memperbesar kemakmuran rakyat, perdamaian internasional, dan persaudaraan segala bangsa sebagai pelaksanaan cita-cita yang tersimpul dalam Pancasila (Hatta, 1953: 6-7).  Politik luar negeri Indonesia mengalami perkembangan, yaitu telah terjadi pergantian masa enam dekade. Dalam perjalanannya tersebut terjadi pemaknaan yang bervariasi terhadap prinsip-prinsip yang menjadi landasan perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia sendiri (Alami, 2008: 26-27).
Politik luar negeri Indonesia memiliki landasan yang membaginya ke dalam tiga kategori, yaitu landasan idiil, landasan konstitutsional, dan landasan operasional. Landasan idiil politik luar negeri Indonesia, yaitu Pancasila. Pancasila dikenal sebagai dasar negara bangsa Indonesia yang terdiri dari lima sila. Kelima sila tersebut menjelaskan mengenai pedoman dasar bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh sendi kehidupan manusia (Alami, 2008: 28).
Landasan konstitusional politik luar negeri Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Dalam UUD 1945 ini mengandung pasal-pasal yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, serta menjelaskan mengenai garis-garis besar dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Terdapatnya hal semacam ini berfungsi sebagai dalam pelaksanaan untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia (Alami, 2008: 28). Sedangkan, landasan operasionalnya, yaitu bebas aktif. Pada pelaksanaan landasan operasional ini mengalami perubahan karena menyesuaikan dengan kepentingan nasional yang ingin dicapai. Selain itu, landasan operasional juga mengalami perluasan makna karena politik luar negeri Indonesia yang mengalami perkembangan selama enam dekade (Alami, 2008: 28-29).
Landasan operasional politik luar negeri Indonesia mengalami perubahan dan dapat dilihat dengan adanya perbedaan dalam memahami landasan operasional pada setiap masanya, misalnya pada masa Orde Lama dan Orde Baru. Pertama, masa Orde Lama dijelaskan bahwa landasan operasional politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif. Hal ini dapat dilihat dalam maklumat dan pidato-pidato Presiden Soekarno. Selain itu, pada dasawarsa 1950-an menjelaskan bahwa landasan operasional mengalami perluasan makna. Perluasan makna tersebut diyatakan oleh Presiden Soekarno dalam pidatonya yang berjudul “Jalannya Revolusi”, maksud dalam pidato tersebut, yaitu mengenai prinsip bebas aktif yang dicerminkan dengan adanya hubungan ekonomi dengan luar negeri. Sedangkan, masa Orde Baru dijelaskan bahwa landasan operasional politik luar negeri Indonesia semakin dipertegas dengan adanya peraturan formal. Penegasan yang diwujudkan melalui Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1965 tanggal 5 Juli 1966, Ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973, petunjuk Presiden 11 April 1973, petunjuk bulanan Presiden sebagai Presiden sebagai ketua Dewan Stabilisasi Politik dan Keamanan, dan keputusan-keputusan Menteri Luar Negeri, serta dalam TAP MPR tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Selain itu, landasan operasional pasca Orde Baru dijelaskan bahwa mengalami perubahan pemerintahan secara cepat. Hal ini dapat dilihat dengan adanya dua kabinet yang memerintah pada masa pemerintahan pasca Orde Baru, yaitu kabinet Kabinet Gotong Royong dan  Kabinet Indonesia Bersatu (Alami, 2008: 28-34).
Pada masa pemerintahan Kabinet Gotong Royong (2001-2004) mengoperasionalkan politik luar negeri Indonesia melalui Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tanggal 19 Oktober 1999 tentang GBHN dalam rangka mewujudkan tujuan nasional periode 1999-2004, UU No.37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, UU No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, dan Perubahan UUD 1945. Pada Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 melatarbelakangi karena adanya krisis ekonomi dan krisis nasional pada tahun 1997. Pada UU No. 37 tahun 1999 menekankan pada aspek penyelenggaraan hubungan luar negeri dan politik luar negeri. Hal ini dapat dilihat dalam politik bebas aktif luar negeri bebas aktif untuk kepentingan nasional, mengatur keterlibatan pihak-pihak dalam lembaga negara dan lembaga pemerintah dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri. Sedangkan, UU No. 24 tahun 2000 menekankan pada pentingnya menciptakan suatu kepastian hukum dalam perjanjian internasional (Alami, 2008: 34-37).
Pada masa pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009) mengoperasionalkan politik luar negerinya ke dalam tiga program utama, yaitu pemantapan politik luar negeri dan optimalisasi diplomasi Indonesia dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan luar negeri, peningkatan kerjasama internasional yang bertujuan memanfaatkan secara optimal berbagai peluang dalam diplomasi dan kerjasama internasional, dan penegasan komitmen perdamaian dunia yang dilakukan dalam rangka membangun dan mengembangkan semangat multilateralisme dalam memecahkan berbagai persoalan keamanan internasional (Alami, 2008: 34-40). Dalam melakukan upaya agar Indonesia diakui secara internasional, Indonesia melakukan diplomasi. Namun, dalam pelaksanaan tersebut perjuangan Indonesia tidak mudah karena selain jalur diplomasi yang ditempuh, Indonesia juga melalui perjuangan fisik bersenjata. Bukan hanya itu saja yang menyebabkan Indonesia susah dalam mendapatkan pengakuan internasional, hal ini juga diakibatkan dari adanya perkembangan politik internasional yang pada saat itu sedang tidak mendukung. Politik internasional pada masa itu mengalami adanya persaingan tajam yang terjadi antara blok barat dengan blok timur. Persaingan yang terjadi ini kemudian mempersulit posisi Indonesia dalam berpihak. Namun, sebagai jawabannya Indonesia tidak memilih salah satu dari kedua blok tersebut (Alami, 2008: 40-41).
Tidak memilih di antara kedua blok tersebut menyebabkan pilihan dalam politik luar negeri Indonesia itu bebas dan aktif. Bebas dalam artian ini, yaitu tidak berpihak pada blok-blok yang ada dengan bersikap netral dan memiliki cara tersendiri dalam mengatasi persoalan internasional. Namun, dalam hal ini Indonesia tidak dapat dikatakan sebagai negara yang netral posisinya. Sikap netral yang dimaksud ini adalah sikap netral yang anti sosial, namun sikap ini tidak sesuai dengan yang dilakukan Indonesia karena Indonesia menjadi anggota PBB (Hatta, 1953: 12). Hal ini kemudian ditegaskan oleh Hatta karena Indonesia tidak dihadapkan pada suatu pilihan dalam hubungan negara-negara yang sedang berperang, melainkan Indonesia mengambil sikap tersebut untuk memperkokoh dan memperjuangkan perdamaian (Alami, 2008: 43-44). Sedangkan, aktif dalam artiannya menjelaskan mengenai adanya partisipasi Indonesia dalam menjaga perdamaian dan meredakan ketegangan yang terjadi diantara kedua blok tersebut. Politik luar negeri Indonesia yang berdasarkan prinsip bebas aktif ini juga tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Dalam alinea tersebut dijelaskan bahwa Indonesia menentang segala bentuk penjajaha dan ikur melaksanakan ketertiban dunia (Alami, 2008: 44-45).
Dasar politik bebas yang dipilih Indonesia pertama kali diletakkan oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1948. Namun, hal ini menjadi pertentangan dengan golongan kiri di bawah pimpinan Partai Komunis Indonesia (Hatta, 1953: 16). Prinsip bebas aktif ini juga dipengaruhi oleh posisi Indonesia yang secara geopolitik terletak di antara dua samudra dan dua benua menjadikan Indonesia istimewa dibanding dengan negara lain. alasan tersebut karena dalam posisi silang yang dialami Indonesia mengandung berbagai kekuatan dan kelemahan. Kekuatan yang dapat dilihat, yaitu pada posisi kekuasaan yang kuat dalam hubungan internasional terhadap negara-negara di sekitarnya karena dapat mempengaruhi life line-nya dan potensi sumber daya alam yang besar. Sedangkan, yang menjadi kelemahannya, yaitu bentuk kepulauan yang sangat luas karena rentan terhadap adanya ancaman keamanan dari pihak luar dan penyebaran penduduk yang tidak merata dan ketersediaan sumber daya alam dan terjadinya marginalisasi pulau-pulau luar (Alami, 2008: 47-48).
Politik luar negeri dalam haluannya berbeda dengan politik dalam negeri. Hal ini terjadi karena adnaya faktor-faktor subjektif yang tidak semata-mata dapat menguasai, namun terdapat faktor objektif yang ikut dalam menentukan coraknya. Faktor-faktor objektif dalam politik luar negeri Indonesia dapat dilihat dengan, yaitu pertama, keadaan-keadaan yang nyata dan dihadapinya, kedudukan geografinya, kedudukan ekonomi-geografi yang menentukan bahwa Indonesia harus mempunyai hubungan dengan banyak negeri, dan Pancasila yang merupakan faktor yang berpengaruh penting (Hatta, 1953: 26-28). Dalam melaksanakan politik bebas aktif ini Indonesia menjalankan sikapnya, yaitu dengan menjalankan sesuai dengan kepentingannya dan dijalankan menurut dengan keadaan dan kenyataan yang dihadapi. Alasan ini merupakan penjelas bagi garis politik Indonesia yang tidak dapat ditentukan oleh haluan politik negara lain yang didasari oleh kepentingan negara itu sendiri (Alami, 2008: 43).
Politik luar negeri Indonesia yang memegang prinsip bebas dan aktif dinilai kurang optimal karena dianggap tidak menjalankan dengan yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dengan adanya pelaksanaan dalam pemerintahan pada masa presiden-presiden terdahulu telah terjadi penyelewengan misalnya Presiden Soekarno yang membuat poros Jakarta-Beijing-Pyongyang, namun tetap menyokong Gerakan Non Blok dan Presiden Soeharto yang pernah mendirikan IGGI, namun berusaha ingin menjadi ketua Gerakan Non Blok (ugm.ac.id). Namun, politik luar negeri Indonesia yang mempengaruhi dalam politik regional dan internasional dapat dilihat dengan adanya pergantian rezim Soekarno ke Soeharto. Pergantian rezim yang dulunya lebih mendengungkan terhadap anti kolonialisme dan anti imperialisme digantikan dengan sikap yang lebih fokus pada upaya pembangunan bidang ekonomi dan peningkatan kerja sama dengan dunia internasional (Alami, 2008: 33). Pembuktian ini diperjelas dengan adanya sikap dari negara lain terutama di Asia Tenggara yang menghormati masa pemerintahan Soeharto pada kala itu. Selain itu, pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga masih menjalin hubungan internasional karena adanya sikap diplomasi presiden yang intens dan inisiatif-inisiatif segar dalam mengatasi persoalan regional dan dunia seperti menggagas ide mengenai ASEAN Community, Asian African Cooperation, New Asia Africa Partnerships dan lain-lain (Alami, 2008: 52-53).
Dari penjelasan yang telah diuraikan tersebut dapat disimpulkan bahwa politik luar negeri Indonesia memiliki prinsip tersendiri, yaitu bebas aktif. Selain itu, landasan politik Indonesia yang terbagi atas tiga kategori, namun pada landasan operasional sering kali terlihat adanya perubahan karena pengaruh dari keadaan yang terjadi. Politik luar negeri Indonesia menjadi hal yang sangat vital dalam melakukan sebuah kegiatan yang nantinya dapat menunjang negara dalam kancah internasional.
Read More ->>

Tugas sekolah

Politik Luar Negeri
A.  Definisi Politik Luar Negeri Indonesia
Secara sederhana Politik luar negeri diartikan sebagai skema atau pola dari cara dan tujuan secara terbuka dan tersembunyi dalam aksi negera tertentu berhadapan dengan Negara lain atau sekelompok Negara lain. Politik luar negeri merupakan perpaduan dari tujuan atau kepentingan nasional dengan power dan kapabilitas(kemampuan). Dalam arti luas, politik luar negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh suatu Negara dalam hubungannya dengan Negara-negara lain. Politik luar negeri berhubungan  dengan proses pembuatan keputusan untuk mengikuti pilihan jalan tertentu.
Menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1988), politik luar negeri diartikan sebagai “suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional”. Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat antar bangsa”. Tujuan politik luar negeri adalah untuk mewujudkan kepentingan nasional. Pelaksanaan politik luar negeri diawali oleh penetapan kebijaksanaan dan keputusan dengan mempertimbangkan hal-hal yang didasarkan pada faktor-faktor nasional sebagai faktor internal serta faktor-faktor internasional sebagai faktor eksternal.
Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar hukum yang sangat kuat bagi politik luar negeri RI. Alinea I menyatakan bahwa "... kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan ..." Selanjutnya pada alinea IV dinyatakan bahwa "... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ..."  Jelaslah bahwa politik luar negeri RI mempunyai landasan atau dasar hukum yang sangat kuat, karena diatur di dalam Pembukaan UUD 1945. Kebijakan Politik luar negeri Indonesia dikenal dengan Politik Luar Negeri Bebas dan Aktif, beberapa pendapat mengenai pengertian bebas dan aktif.
1.     A.W Wijaya merumuskan:
Bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super power). Aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain.
2.     Mochtar Kusumaatmaja merumuskan bebas aktif sebagai berikut :
Bebas : dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif : berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadiankejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif .
3.     B.A Urbani menguraikan sebagai berikut :
Bebas,perkataan bebas dalam politik bebas aktif tersebut mengalir dari kalimat yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut : supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Jadi menurut pengertian ini, dapat diberi definisi sebagai “berkebebasan politik untuk menentukan dan menyatakan pendapat sendiri, terhadap tiap-tiap persoalan internasional sesuai dengan nilainya masing-masing tanpa apriori memihak kepada suatu blok”.
B.  Landasan Politik Luar Negeri Indonesia
Hal yang menjadi landasan bagi pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah sebagai berikut.
  1. Landasan idiil, Pancasila, sila kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.   Landasan Konstitusional/UUD 1945, Pembukaan, alinea pertama “… kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan…” dan pembukaan alinea keempat “…ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial…”. Batang tubuh UUD 1945, pasal 11 ayat 1 “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain”.
3.    Landasan Operasional, Peraturan perundang-undangan, UU No. 37 Tahun1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
C.  Arah Kebijakan Politik Luar negeri Indonesia
Dalam ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN, Bab IV Arah Kebijakan, huruf C angka 2 tentang Hubungan Luar Negeri, dirumuskan hal-hal sebagai berikut:
  1. Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi pada kepentingan nasional, menitik beratkan pada solidaritas antar negara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa, menolak penjajahan dalam segala bentuk, serta meningkatkan kemandirian bangsa dan kerjasama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
  2. Dalam melakukan perjanjian dan kerjasama internasional yang menyangkut kepentingan dan hajat hidup rakyat banyak harus dengan persetujuan lembaga perwakilan rakyat.
  3. Meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu melakukan diplomasi pro-aktif dalam segala bidang untuk membangun citra positif Indonesia di dunia internasional, memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap warga negara dan kepentingan Indonesia, serta memanfaatkan setiap peluang positif bagi kepentingan nasional.
  4. Meningkatkan kualitas diplomasi guna mempercepat pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional, melalui kerjasama ekonomi regional maupun internasional dalam rangka stabilitas, kerjasama dan pembangunan kawasan.
  5. Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong pemberlakuan AFTA, APEC dan WTO.
  6. Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negaranegara sahabat serta memperlancar prosedur diplomatik dalam upaya melaksanakan ekstradisi bagi penyelesaian perkara pidana.
  7. Meningkatkan kerjasama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang berbatasan langsung dan kerjasama kawasan ASEAN untuk memelihara stabilitas, pembangunan dan kesejahteraan.
D.  Tujuan dan Ciri Politik Luar Negeri Indonesia
Dalam alinea IV UUD 1945 jelas bahwa tujuan politik Luar negeri Indonesia adalah bahwa bangsa Indonesia diamanatkan untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang menyelenggarakan empat fungsi, yaitu Fungsi Hankam, Fungsi Ekonomi, Fungsi Sosial budaya, Fungsi Politik. Ke-empat fungsi pokok tersebut sesungguhnya sekaligus juga merupakan tujuan  nasional bangsa Indonesia. Bebas dan Aktif disebut sebagai sifat politik luar negeri Indonesia, dalam dokumen Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesian (1984-1988) yang telah ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri RI tanggal 19 Mei 1983, dijelaskan bahwa sifat politik luar negeri adalah: (1) Bebas aktif (2) Anti Kolonialisme (3) mengabdi kepada Kepentingan Nasional dan (4) Demokratis. Menurut M Sabir, yang menggunakan istilah ciri-ciri dan sifat secara terpisah adalah Ciri biasanya disebut untuk sifat yang lebih permanen, sedangkan sifat member arti sifat biasa yang dapat berubah-ubah. Bebas dan aktif merupakan sifat yang lebih melekat secara permanen pada batang tubuh politik bebas aktif sedangkan anti kolonialisme dan anti imperialisme disebutnya sebagai sifat.
Merunjuk pada pendapat Muhammad Hatta, disimpulkan bahwa tujuan politik luar negeri Indonesia adalah
a.     Pembentukan satu Negara kesatuan Republik Indonesia yang berbentuk Negara kesatuan dan Negara kebangsaan yang demokratis dengan wilayah kekuasaan dari sabang sampai merauke.
b.     Pembentukan satu masyarakat yang adil dan makmur, material, dan spiritual dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia
c.     Pembentukan satu persahabatan yang baik antara Negara Kesatuan RI dengan semua Negara di dunia, terutama dengan Negara-negara Afrika dan Asia atas dasar bekerja sama membentuk satu dunia  baru yang bersih dari imperialism dan kolonialisme menuju perdamaian dunia yang sempurna.
E.   Peranan dan Program-Program Pembangunan yang menunjang politik Luar Negeri
Dalam rangka mewujudkan politik luar negeri Bebas dan Aktif, maka Indonesia memainkan sejumlah peran dalam percaturan internasional. Peran yang cukup menonjol yang dimainkan oleh Indonesia adalah dalam rangka membantu mewujudkan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Dalam hal ini Indonesia sudah cukup banyak pengirimkan kontingen garuda (KONGA) keluar negeri. Indonesia juga mempunyai sumbangan yang cukup berarti bagi penyelesaian sengketa yang terjadi di kamboja, dengan menyelenggarakan Pertemuan Informal Jakarta (Jakarta Informal meeting) I dan II.
Pembangunan politik dalam negeri diharapkan tumbuh dan berkembang bersama dengan bidang-bidang kehidupan lain dalam masyarakat secara simultan agar dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi terwujudnya sistem politik nasional yang berkedaulatan rakyat, demokratis, dan terbuka. Pembangunan politik dalam negeri dilaksanakan melalui tiga program, yakni Program Perbaikan Struktur Politik, Program Peningkatan Kualitas Proses Politik, dan Program Pengembangan Budaya Politik. Arah kebijakan dalam Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama Internasional dijabarkan dalam program-program pembangunan adalah Program Pemantapan Politik Luar Negeri Dan Optimalisasi Diplomasi Indonesia, Program peningkatan kerjasama Internasional, Program Penegasan Komitmen Perdamaian Dunia
Read More ->>
Diberdayakan oleh Blogger.